Headlines News :
Kegiatan-kegiatan lembaga intelijen di negara Indonesia, di tataran strategi, operasional dan taktis dilakukan oleh banyak lembaga yang diberi mandat oleh negara untuk menjalankan fungsi intelijen. Seluruh lembaga yang menjalankan fungsi intelijen harus bergabung dalam suatu mekanisme koordinasi terpadu antar elemen komunitas intelijen nasional.

Komunitas Intelijen Indonesia terdiri dari lima tipe organisasi:
1. Intelijen nasional yang menjalankan fungsi-fungsi intelijen untuk mengantisipasi ancaman keamanan dalam negeri yang hanya terdiri dari satu organisasi yaitu Badan Intelijen Negara (BIN).

2. Intelijen kriminal dan yustisia yang dilakukan oleh intelijen kepolisian (Badan Intelijen Keamanan Polri), intelijen bea cukai (Direktorat Penindakan Dan Penyidikan), intelijen imigrasi (Direktorat Intelijen Keimigrasian), serta intelijen kejaksaan (Jaksa Agung Muda Intelijen).

3. Intelijen pertahanan dan luar negeri yang menjalankan fungsi intelijen strategik untuk mengatasi ancaman keamanan yang bersifat eksternal yang hanya terdiri dari satu organisasi yaitu: Badan Intelijen Strategis TNI (BIS-TNI) yang berada di bawah Departemen Pertahanan.

4. Intelijen-intelijen tempur yang melekat pada satuan-satuan tempur yang diwakili oleh asisten-asisten intel di Mabes TNI dan angkatan;

5. Lembaga-lembaga pemerintahan yang fungsinya dan atau terkait dengan masalah-masalah keamanan nasional seperti Lembaga Sandi Negara (LSN), Badan SAR Nasional (BARSANAS), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Badan Pusat Statistik (BPS), lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pengintaian dan pengindraan (Surveillance and reconnaissance), Lembaga Elektronika Nasional (LEN), Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), serta Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).

Mencoba Jadi Detektif?

Apa yang menarik dari profesi detektif? Profesi ini---baik part time maupun full time---tidak seperti kerja kantoran, yang selalu klimis, rapi, diatur oleh jam dari 08.30 hingga 15.00. Detektif juga tidak sering tampil di televisi seperti politisi, atau pengacara. Pekerjaan ini justru banyak mengandalkan kerja diam-diam, tanpa publikasi, terkadang harus dengan penyamaran agar tidak menarik perhatian, dan bahkan kerja hampir 24 jam per hari. Sungguh melelahkan, secara fisik dan psikis.

Profesi detektif bukanlah profesi yang menjanjikan dari segi materi. Terlebih lagi, resiko yang dihadapi pun tidak ringan: taruhannya bisa nyawa! Yang menarik dari detektif, adalah tantangannya! Kita menemui hal-hal baru, melacak petunjuk, menguji petunjuk, memecahkan masalah, dan kebanggaan seorang detektif adalah ketika ia berhasil membayar kelelahan dengan terpecahnya suatu kasus. Meskipun, seringkali didera frustasi.


Perhatikan:

1. Jangan lupa, siapkan kertas dan pensil untuk mencatat data-data penting, seperti angka, nama, dan sebagainya. Seorang detektif akan selalu teliti dengan berbagai hal, termasuk hal-hal kecil, hal-hal detil, dan sebagainya. Misalnya, Anda menemukan angka tertentu.

2. Gunakan imajinasi untuk memecahkan maksud angka atau kode yang ditemukan. Mungkin nomor telepon, nomor mobil, nomor locker besi, dan sebagainya.

3. Gunakan pola sistematis standar detektif, dalam memecahkan masalah.

a) Ketahui masalah,
b) Observasi TKP,
c) Kumpulkan dan pelajari barang bukti,
d) Interogasi saksi & tersangka yang ada, untuk menemukan fakta-fakta,
e) Seleksi keterangan palsu/fake,
f) Analisa data yang sudah ditemukan, guna mencari motif, modus, dan pelaku sebenarnya.

Bagaimana Menjadi Detektif?

“Bagaimana menjadi detektif?” Itulah pertanyaan yang pada masa kecil menggayuti pikiran saya. Dulu, saya bercita-citav menjadi seorang detektif. Niat ini muncul, ketika masa SMP dulu membaca empat jilid kisah petualangan Sherlock Holmes, karangan Sir Arthur Conan Doyle. Hingga kini, dua nama ini sangat saya hormati.

Pada masa SMU, kecintaan saya terhadap dunia detektif, makin menjadi-jadi. Setelah itu, berbagai cerita detektif, saya koleksi. Selain Sherlock Holmes, ada detektif Belgia Hercule Poirot menjadi idola kedua. Poirot selalu saya buru kemanapun ia muncul dalam kisah Agatha Christie---saya tidak begitu suka dengan Miss Marple. Beberapa novel Sidney Sheldon, hingga cerpen detektif dari Edgar Allan Poe pun saya kejar.

Banyak hal saya pelajari---meski tidak membuat saya lihai---dari pengalaman, teknik, dan keahlian detektif dari novel-novel itu. Mulai dari metode ilmiah dan logis yang menjadi andalan Holmes, berpikir konstruktif dan deduktif dari Poirot, hingga detil forensik yang sering muncul dalam novel misteri-nya Sidney Sheldon.

Apakah menjadi detektif selalu harus masuk dalam institusi kepolisian? Tidak selalu. Dengan catatan, Anda menjadi detektif sebagai hobi dan bukan pekerjaan. Detektif sebagai hobi akan selalu menyenangkan, dimana kita bisa menggunakan kemampuan dan keahlian detektif dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kita ingin menjadikan detektif swasta sebagai pekerjaan, di Indonesia hal itu masih sulit dilakukan. Mengapa? Pekerjaan detektif swasta---hingga tulisan ini saya buat---masih menjadi 'kerja sambilan' dari polisi. Itu yang saya ketahui, saat saya tanyakan kepada seorang kepala kepolisian resort di Jakarta. Ada polisi yang kerja sambilan, menerima order dari seseorang untuk melacak seseorang, atau membuktikan istri/suami selingkuh atau tidak, dan sebagainya.

Saya juga pernah berbincang-bincang dengan seorang perwira polisi dari Mabes Polri. Dia bilang, di Indonesia, profesi detektif swasta belum mungkin, dan belum boleh dilakukan, karena tidak ada aturan yang membolehkan. Meskipun, pikiran membuka izin detektif swasta pernah digagas para petinggi polisi, seperti yang berlaku di Amerika Serikat. Namun, mereka menghadapi kendala pengaturannya nanti. “Bagaimana mengontrol detektif swasta, kalau mengontrol polisi di Indonesia saja masih kesulitan?” begitu jawabannya.

***

Apa itu detektif? Dalam pemahaman saya---mungkin tidak persis betul---detektif adalah pekerjaan memecahkan suatu kasus atau masalah yang belum terungkap, menggunakan metode sistematis dan terencana, mendasarkan pada bukti-bukti yang ada, dan merangkainya menjadi suatu fakta yang utuh, dan bisa dipertanggungjawabkan. Bila kita berhasil menemukan jawaban dari masalah masalah/kasus secara tidak sengaja, dan kita tidak bisa memperdebatkannya, maka sulit dikatakan itu sebagai hasil kerja detektif.

Ketika kita mengerjakan soal Matematika di sekolah dahulu, dimana ada sebuah fakta-fakta, dan kita diminta menemukan jawabannya, merupakan contoh sederhana memecahkan sesuatu dengan prinsip-prinsip seorang detektif. Kita harus menguji, menggunakan metode ilmiah, dan hasilnya bisa diuji ulang, dan dipertanggungjawabkan. Kalau kita menjawab soal Matematika hanya menulis jawaban---dari contekan teman---tapi kita tidak bisa membuktikan darimana jawaban itu ada, maka itu bukan pekerjaan dengan prinsip detektif. Seperti seorang detektif yang langsung menunjuk tersangka sebagai pelaku; maka ia bisa dipecat dari pekerjaannya, bahkan bisa digugat balik!

***

Menjadi detektif, atau lebih tepatnya, mempelajari keahlian detektif, bisa dilakukan siapa saja, tanpa mengenal usia. Ilmu atau keahlian detektif ini bahkan akan sangat bermanfaat, untuk membantu pekerjaan kita. Pekerjaan sebagai pengacara, auditor, atau wartawan! Atau apapun, termasuk ibu rumah tangga. Suatu saat kita ingin tahu, apakah tumpukan surat kita di meja dipindahkan orang atau tidak; apakah lemari kita dibuka orang lain secara diam-diam; apakah anak kita berbohong atau tidak, bahkan juga mengorek keterangan orang lain tanpa orang itu menyadarinya.

Keahlian detektif seseorang, akan semakin meningkat seiring pengalaman memecahkan persoalan. Teknologinya pun semakin baik, dan setiap orang yang memiliki minat kuat dalam masalah detektif, akan terus mencari teknik-teknik baru, metode baru, yang lebih baik dan cepat.

Keahlian detektif, misalnya, meliputi:

- Kemampuan daya ingat, meskipun dengan pandangan sekilas. Ini antara lain berguna ketika kita menemui kasus tabrak lari, dan nomor polisi kendaraan menjadi fakta penting. Selain itu juga disertai kemampuan memanggil kembali ingatan yang lama;

- Kejelian dan cermat terhadap hal-hal detil. Sherlock Holmes adalah 'pakar' dalam detil dan kecermatan---dengan catatan, jika Holmes itu sosok yang nyata. (Tetapi saya meyakini Holmes itu nyata!). Dalam setiap memecahkan masalah, Sherlock Holmes selalu melakukan observasi---pengamatan langsung di lapangan. Contoh lain, dalam kasus Saksi Bisu, Hercule Poirot pernah hampir buntu menghadapi kasusnya. Baru setelah ia mereview kembali, dan mengingat detilnya, ia berhasil menemukan pelaku pembunuhan. Bagi yang ingin tahu apa detilnya, silakan baca bukunya. Kata kuncinya adalah anjing dan bola. :p

- Kemampuan meng-interogasi. Semakin tinggi kemampuan interogasi yang dimiliki seseorang, ia akan mudah mengorek fakta, 'fakta' palsu, atau keterangan dari seseorang---tanpa orang itu menyadarinya. Kemampuan ini juga beriringan dengan keahlian menggunakan teknik pembuktian terbalik dalam menginterogasi seseorang. “Pandai-pandailah memancing pertanyaan dengan fakta yang salah, maka ia akan memberikan fakta sebenarnya”. Memang tidak selalu berhasil, tetapi bisa dicoba.

- Kemampuan bernegosiasi. Ini masih berkaitan dengan kemampuan meng-interogasi. Kemampuan bernegosiasi sangat penting, dalam praktik-prakti di lapangan, dimana dibutuhkan keberanian menembus kebekuan seseorang, menghadapi orang keras kepala, dan sebagainya.

- Pengetahuan terhadap hukum perundang-undangan yang berlaku.

- Kemampuan menganalisa. Ini penting untuk menguji kebenaran fakta---baik fakta benda atau fakta lisan. Detektif yang baik tidak pernah berangkat dari titik motif; selalu harus dari fakta-fakta. Sherlock Holmes mengajari kita bagaimana metode ilmiah (scientific method, metode eliminasi atau eksklusi, mempersempit pencarian, dan mempermudah memecahkan masalah. Memang membingungkan, apakah Holmes itu 'ilmuwan yang nyasar jadi detektif', ataukah 'detektif dengan sambilan ilmuwan'? Dalam suatu kisahnya, Holmes menulis artikel tentang tanaman atau obat-obatan di sebuah jurnal. Dengan pikiran yang sangat logis, Holmes bisa disebut seorang matematikawan. Dengan percobaan-percobaannya di laboratorium, Holmes juga bisa disebut fisikawan atau kimiawan. Ada penemuannya yang dipakai kepolisian Scotland Yard.

Metode eliminasi atau eksklusi, maksudnya dengan menyingkirkan hal-hal yang sudah pasti mustahil---setelah diuji dengan fakta dan observasi. Hercule Poiro mengajari kita bagaimana memecahkan masalah dengan metode kesimpulan deduksi. Untuk meningkatkan kemampuan analisa, ada banyak hal yang harus dipelajari---tidak hanya metode deduksi, induksi, atau kombinasi keduanya. Ada pula metode analisa yang diperkenalkan Rene Descartes, yang dikenal dengan Analisa Cartesian, dan sebagainya. Anda bisa mempelajarinya dari internet atau buku-buku yang ada.

- Kemampuan penting lainnya, diantaranya teknik penyamaran, teknik mengikuti/membuntuti seseorang, teknik melacak/tracking, maupun pengetahuan forensik sederhana dalam kasus kriminal. Contoh pengetahuan forensik sederhana; seseorang yang ditemukan meninggal dengan leher membiru, dipastikan meninggal kehabisan nafas.

Allan Pinkerton




Allan Pinkerton (1819 – 1884) tercatat dunia sebagai detektif swasta pertama di dunia. Tentu, ia tokoh yang riil, bukan tokoh fiktif seperti Sherlock Holmes. Allan Pinkerton sebelumnya berimigrasi dari Glaslow, Skotlandia, ke Chicago.

Di Chicago, Pinkerton berhasil membantu polisi melacak dan menangkap sebuah kelompok kriminal. Ia kemudian diangkat menjadi wakil sherif, di Kane County, Illinois dan selanjutnya di Cook County, di negara bagian yang sama.

Setelah itu ia mengundurkan diri dari keanggotaan di kepolisian, dan mendirikan Agen Detektif Pinkerton, tahun 1852. Pinkerton menggunakan logo grafis mata yang menatap tajam. Sepertinya ia terinspirasi dengan istilah detektif swasta, yang dalam bahasa Inggris disebut private eye. Agen Detektif Pinkerton terkenal dengan sebutan The Pinks. Dalam sebuah kesempatan, Pinkerton mengatakan, ia dan agen detektifnya "tidak pernah tidur mengawasi kejahatan."

Pada 1861, Pinkerton membongkar skenario rencana pembunuhan terhadap
Presiden Abraham Lincoln. Atas permintaan Presiden Lincoln, maka Pinkerton kemudian masuk dalam barisan Pasukan Pengawal Presiden (US Secret Service). Ia kemudian memimpin pasukan elit itu.

Di US Secret Service, Pinkerton dan anak buahnya berhasil menggagalkan usaha pasukan Konfederasi yang berencana membebaskan sekitar 8000 tawanan perang, di Kamp Douglas Bagian Selatan.



***



Allan Pinkerton lahir 25 Agustus 1819, di sebuah flat kecil di sebuah desa miskin di Glaslow, Skotlandia. Ayahnya hanyalah seorang tukang tenun kain. Allan kecil kehilangan ayahnya saat berusia delapan tahun. Ibunya terpaksa harus bekerja, dan Allan kecil juga harus keluar dari sekolah dan membantu ibunya bekerja.

Pada umur 23 ia menikah dengan Joan Carfrae, dan selanjutnya, mereka berdua berimigrasi ke Amerika menumpang kapal. Di kota ini, Allan Pinkerton bekerja sebagai detektif swasta. Ia banyak membantu polisi memecahkan kasus-kasus kriminal, dan dalam waktu singkat ia menjadi pahlawan di Chicago.

Umur 31 ia mendirikan biro agen detektif sendiri. Biro detektif pertama di Amerika Serikat. Allan Pinkerton merekrut beberapa orang yang ia anggap jujur. Satu hal yang keras diterapkan Pinkerton bagi agennya adalah: tidak minum-minuman keras. Ia punya alasan untuk itu: anak buahnya harus tetap waras, berpembawaan tenang, dan selalu waspada setiap saat. Itulah, mengapa di pintu kantornya ia menulis: Kami Tak Pernah Tidur.

Ia mengajarkan bagaimana melaksanakan tugas-tugas sebagai detektif, teknik menyamar, cara berpakaian saat menyamar, dan sebagainya. Kantornya pun penuh dengan wig dan kostum.

Nama Allan Pinkerton menjadi momok yang menakutkan bagi pelaku kejahatan.

Bersama dua anaknya, yaitu William dan Robert, Allan membuka cabang kantor detektif di beberapa kota. Pada 1870, kantor detektif Pinkerton memburu beberapa geng kriminal. Pinkerton kemudian terlibat permusuhan dengan geng Jesse James. Selama bertahun-tahun, geng Jesse James mengecoh perburuan yang dilakukan Pinkerton.

Tahun 1875, beberapa agen Pinkerton melempar obor besi ke samping rumah orang tua Jesse James, karena mengira James ada di dalam rumah. Serangan obor itu menyebabkan lengan kanan ibu James terbakar. Insiden itu merusak citra Pinkerton. Jesse James pun menyusun pembalasan dendam. Ia segera pergi ke Chicago, dengan membawa satu alasan: membunuh musuh bebuyutannya, Allan Pinkerton.

Selama empat bulan, Jesse James menyusuri jalanan di Chicago dengan senapan siap tempur. Di dalamnya, terisi satu peluru bertuliskan Pinkerton. Namun, buruan yang ia cari tidak ketemu. Setelah tidak menemukan keberadaan Pinkerton, Jesse James menjadi frustasi dan pulang ke rumahnya.

Selama bertahun-tahun, Allan Pinkerton sering disewa perusahaan termasuk perbankan, guna mengatasi masalah kriminalitas. Dalam bekerja, Allan Pinkerton banyak memiliki gagasan guna membantunya memecahkan masalah. Termasuk, menyusun arsip-arsip kriminal, yang ia beri nama: Galeri Anak Nakal. Isinya foto-foto dan arsip dari kriminal-kriminal yang ia tangani. Ia membagi arsipnya dengan penegak hukum lainnya, untuk menangkap para penjahat. Sistem pengarsipan itu kemudian dipakai Biro Federa Amerika Serikat FBI.

Pinkerton semakin tua, dengan masalah kesehatannya. Ia kemudian pensiun, dan istirahat di tempat peristirahatannya di Chicago dan menulis 18 buku. Detektif legendaris ini meninggal 1 Juli 1884, dalam usia 65 tahun. Namanya tetap dikenang dengan hormat, oleh detektif di seluruh dunia



Cara kerja detektif swasta Indonesia



"  Tak perlu pakai pistol. Cara kencing pun harus dipikirkan. Jasa mereka dipakai juga untuk menyelidiki perselingkuhan suami-istri  "


Oleh T. Tjahjo Widyasmoro; dikutip dari majalah Intisari edisi November 2007



Senin, awal Oktober 2007, pukul 12.40 WIB. Mobil Honda Jazz berwarna perak memasuki areal parkir sebuah mal di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Mobil berputar sebentar, sebelum akhirnya parkir di suatu sudut, di lantai bawah tanah. Pengemudinya, perempuan berusia awal 30-an, turun dari mobil. Ia langsung melangkah menuju pintu masuk mal, sambil menelepon.
Perempuan hitam manis itu, sebut saja namanya Mita, berjalan sedikit tergesa-gesa. Seolah tak menghiraukan sekelilingnya, ia terus menuju lantai dasar. Siang itu kebetulan suasana mal tidak seramai biasanya. Hanya tampak sejumlah pekerja kantoran menghabiskan waktu makan siang. Sekitar sepuluh meter menjelang pintu masuk sebuah kafe waralaba ternama, seorang pria berperawakan tinggi, berwajah indo, menyambut Mita. Ricky, nama pria itu, sikapnya wajar, selayaknya teman yang biasa bertemu. Keduanya lalu melangkah masuk ke dalam kafe, disambut pelayan yang langsung menanyakan pesanan. Namun tidak sampai satu menit terlibat pembicaraan, Mita dan Ricky tiba-tiba terlihat berdiri. Mita bergegas menuju meja kasir dan membatalkan pesanan, sambil tersenyum dan berulang kali meminta maaf. Seolah tak ingin berlama-lama di tempat itu, keduanya segera menuju mobil Mita. Ricky yang memegang kemudi.
Berkecepatan sedang, mobil meluncur meninggalkan Senayan menuju kawasan Slipi. Titik-titik kemacetan lalu lintas selepas jam makan siang, sempat membuat lajunya terhambat. Di tengah antrean kendaraan umum di sebuah perempatan lalu lintas, mobil masuk ke sebuah hotel bintang tiga. Berputar-putar sejenak di halaman samping, lalu parkir di sebuah sudut yang terlindung dari pandangan orang ramai. Di hotel, keduanya check in memakai KTP dan kartu kredit milik Ricky. Selama transaksi di resepsionis, Mita terlihat berdiri menjauh sambil memperhatikan beberapa lukisan yang dipasang di dinding. Sejurus kemudian Ricky memberi isyarat, lalu keduanya menuju kamar melalui lift tanpa diantar room boy. Waktu menunjukkan pukul 13.20.
Dua anak manusia yang tengah dilanda gairah itu, pastilah tidak menyadari keberadaan sepasang mata yang terus mengawasi keintiman mereka. Sejak meninggalkan rumah, gerak-gerik Mita terus dalam pengamatan Tony Sanjaya, seorang penyelidik profesional. Ia melakukan pengawasan itu atas permintaan Fred, suami Mita, seorang ekspatriat dan sedang bertugas di Hongkong.
Mungkin tidak pernah terbayangkan, pekerjaan pengintaian ala film-film detektif, seperti yang dilakukan Tony, nyata terjadi di sekitar kita. Padahal, setidaknya sudah sepuluh tahun belakangan, bisnis penyelidikan profesional terus tumbuh subur di Indonesia. Ada yang dijalankan perusahaan jasa keamanan, ada pula yang dilakukan perorangan seperti Tony.
Tak ada sebutan resmi untuk profesi ini. Bisa penyelidik profesional, detektif swasta, atau private investigator. Yang jelas, pekerjaan mereka mulai dari pengintaian, pencarian orang hilang atau menghilang (biasanya karena utang), menelisik data diri seseorang, menganalisa kondisi perusahaan, dan sebagainya. Semua dikerjakan dengan tarif yang tidak murah tentunya.
“Sebenarnya bukan selalu karena uang. Saya menikmati tantangan untuk memecahkan suatu masalah. Kalau ketemu jawabannya, rasanya puas sekali,” tutur Tony, penyelidik yang banyak menangani kasus-kasus rumah tangga (matrimonial). Seperti kasus Mita yang dicurigai suaminya main serong selama ditinggal pergi, dan akhirnya terbukti.
Jika pekerjaan dan harga sudah disepakati, penyelidik biasanya akan meminta data seputar target. Misalnya jati diri, kebiasaannya, kendaraan yang dipakai, atau informasi-informasi lain sekecil apa pun yang bisa membantu penyelidikan. Walau tak jarang klien ternyata hanya punya nama target saja (nama panggilan pula) sehingga penyelidik harus bekerja keras menemukan dan menggali informasi lain dari nol.
Nah, jika semua sudah oke, kini penyelidik dan timnya mulai bergerak. Tapi, tunggu dulu! Mohon jangan membayangkan penampilan mereka seperti detektif-detektif di film Hollywood, yang berrwajah seram, jago berkelahi dan cepat main cabut pistol. “Biar tidak mencolok, penampilan biasa saja atau malah menyesuaikan sama lingkungan di sekitarnya,” jelas Tony yang sudah enam tahun menjalankan bisnis ini. “Semakin tersamar, semakin baik.” Selebihnya, penyelidik banyak mengandalkan logika dan kreativitas untuk menggali informasi dan mengatasi segala kesulitan di lapangan.

 Jadi akrab dengan pria selingkuhan isteri sendiri

“Halo, selamat siang Pak. Bisa saya bantu?” resepsionis bertanya ramah di telepon. “Ya, begini Mbak, teman saya Ricky, siang tadi chek in di hotel ini. Saya lupa di kamar berapa. Catatannya hilang, padahal saya harus segera ketemu. Bisa tolong dicek, Mbak!” pinta Tony lewat ponselnya.
“Baik, sebentar.” Sejenak resepsionis mengetikkan sesuatu di komputernya, lalu, “Halo, tamu atas nama Pak Ricky ada di kamar 6012. Mau saya hubungkan Pak?”
“Oh, tidak terima kasih. Saya langsung ke sana saja.”
Tit. Telepon ditutup.
Tony mencatat informasi tadi di buku kecil untuk bahan laporannya ke klien. Salah satu hasil pekerjaan seorang penyelidik adalah laporan tentang segala hal menyangkut target selama jangka waktu tertentu. Atau sampai target telah terbukti berbuat sesuatu. Kadang ada klien yang hanya meminta mencari keberadaan seorang target sampai ketemu.
Laporan ke klien memuat detail segala hal tentang target. Segala tindakan yang dilakukan, pertemuan dengan seseorang, kendaraan yang dipakai, barang-barang yang dibeli, uang yang ditransfer, dsb. Setiap aktivitas dilengkapi catatan waktu serta foto sebagai bukti penguat. Foto tidak perlu terlalu bagus, yang penting terlihat jelas obyeknya. Kalau memang diperlukan, penyelidik juga bisa menyediakan salinan dokumen tertentu.
Tony berkisah, pernah mendapat klien yang mencari seseorang (keduanya pria warga negara asing) di Indonesia. Singkat cerita, Tony berhasil menemukannya. Malah dalam laporannya, seperti permintaan klien, komplet termuat seluruh data diri dan keluarga target, termasuk jadwal ekstrakulikuler sekolah sampai jajanan kesukaan anaknya. Tapi belakangan Tony tahu, klien rupanya mendendam karena target telah berselingkuh dengan istri klien. Tony pun berusaha sekuat tenaga agar klien tidak berbuat macam-macam. Apalagi klien merupakan anggota sebuah dinas rahasia negara asing yang mempunyai jaringan kuat untuk berbuat kekerasan.
Untunglah klien menurut. Alhasil, laporan penyelidikan dipakai untuk menggertak target saja. “Kalau kamu menggoda istri saya lagi, tahu sendiri akibatnya!” ancam klien seraya menunjukkan laporan penyelidikan yang seolah “menelanjangi” target.
Mata target terbelalak. Ia terkejut bukan main, sadar akan kesalahannya, lalu minta maaf. Persoalan dianggap selesai. Bahkan target akhirnya sempat curhat bahwa perselingkuhannya itu sebenarnya dipicu oleh tindakan istrinya yang berselingkuh juga. Mungkin karena persamaan nasib itu, kabarnya saat ini antara klien dan target malah berteman baik. Fiuuuh… Tony bernapas lega.

Pengintaian harus matang, cara kencing pun dipikirkan

Tak salah ungkapan yang menyatakan: menunggu memang pekerjaan membosankan. Tapi bagi penyelidik, menunggu sudah menjadi santapan harian. Terutama saat melakukan pengintaian. Berjam-jam, atau berhari-hari berada di tempat yang sama, harus dilakoni. Dalam sebuah pengintaian, persiapan haruslah matang. Makanan, minuman, termasuk cara buang air kecil, harus dipikirkan benar. Beberapa jam sekali, dilakukan pergantian shift dengan teman satu tim. Selain agar pengintai tidak kelelahan, juga untuk menghindari kecurigaan orang.
Mobil untuk mengintai biasanya berjenis minibus seperti Toyota Kijang atau Isuzu Panther. Memakai mobil sedan justru dapat menarik perhatian. Mobil juga harus diganti setiap hari, karena itu biasanya dipakai mobil sewaan. Jika harus bergerak membuntuti target, sepeda motor ikut dikerahkan agar tidak kehilangan jejak.

Kewaspadaan tetap harus terjaga meski harus menunggu sekian lama di suatu tempat. Penyelidik tidak boleh lengah agar target tidak terlepas dan tetap selalu harus mencatat perkembangan sekecil apa pun. Prinsipnya, informasi sekecil apa pun yang didapat, bisa mengarahkan ke informasi baru.
Tapi yang tak kalah penting, perlu dipastikan bahwa pengintaian itu tidak diketahui pihak lain. Maka harus selalu dibuat pengintaian berlapis, yakni seorang pengintai harus diawasi rekan satu tim untuk memastikan keamanannya. Counter surveillance semacam ini sebenarnya ada dalam teori dasar pengintaian di mana pun. Cuma satu orang yang tidak melakukannya, yaitu James Bond. Dan itu di film!
Jika target pergi ke luar kota, atau ke luar negeri, penyelidik harus pula membuntuti. Biaya pengintaian memang mahal dan bisa membengkak. Namun biasanya penyelidik minta persetujuan klien terlebih dahulu. Maklum, pengeluaran ini biasanya di luar kesepakatan pada harga awal. Bagi Tony, mengintai di “kampung lain” mendatangkan tantangan tersendiri. Walau sebenarnya tingkat kesulitan di beberapa kota di Asia Tenggara kurang lebih sama dengan Jakarta. Tapi ceritanya akan lain jika harus masuk ke Singapura.
Prosedur keamanan Negeri Singa terkenal sangat ketat. Penciuman pihak intelijen tajam. Polisi juga bergerak cepat. Tony merasa perlu untuk mempelajari seluk beluk negeri itu secara cermat sebelum beraksi. Soal sistem transportasi, jalan-jalan alternatif, kecepatan reaksi polisi, dan sebagainya. “Semua bahannya ada dari internet,” jelas penyelidik yang seluruh ilmunya didapat secara otodidak ini.
Salah satu seni yang harus dikuasai penyelidik adalah mengorek informasi dari berbagai sumber. Tetangga, sopir, pembantu, atau pegawai di perusahaan target, merupakan pihak yang wajib didengar keterangannya. Tapi tidak tertutup kemungkinan segala ocehan yang muncul dari musuh-musuh target. Terhadap orang-orang itu, penyelidik menjalin pertemanan tanpa harus membuka penyamaran.
Kadang informasi juga harus didapat dari institusi pemerintah. Di sini berlaku satu rumus: ada uang, ada kawan. Artinya, selain harus berteman dengan orang dalam yang mempunyai akses ke gudang data, jangan lupa selipkanlah beberapa lembar rupiah sebagai tanda terima kasih. Dijamin informasi akan mengalir deras tanpa banyak pertanyaan lagi. Sistem administrasi di Indonesia yang umumnya amburadul, adalah keuntungan sekaligus kerugian bagi penyelidik. Keuntungannya, karena begitu kacau, banyak orang yang mempunyai akses, sehingga penyelidik relatif mudah melakukan pendekatan ke orang dalam untuk mendapat informasi. Tapi kerugiannya, banyak data yang ternyata tidak valid.

Bekas wartawan dan aktivis LSM

James D. Filgow, direktur pada sebuah perusahaan jasa keamanan di bawah grup Consolidated Services Indonesia (CSI), merekrut penyelidik dari berbagai latar belakang. Tapi umumnya mereka sudah terbiasa bekerja di lapangan, cermat melihat situasi, serta luwes melobi berbagai pihak untuk menggali informasi. Ada mantan aktivis politik, pekerja LSM, sampai bekas wartawan. Khusus bekas wartawan dinilai punya nilai lebih, karena lebih jeli mencatat detail dan mampu memberi warna pada laporannya.

Karena terkait urusan bisnis, penyelidik seringkali harus berinteraksi dengan target. Mereka harus menyamar menjadi calon rekanan bisnis, pemasok barang, atau kadang pembeli. Memainkan peran seperti ini tentu dibutuhkan mental yang cukup, walau sebenarnya target tidak akan mudah curiga. Tantangan terbesar justru untuk mendapatkan dokumen. Penyelidik harus bisa mendekati orang-orang yang memiliki akses untuk mendapatkannya. Sejauh tidak mengambil sendiri secara diam-diam, menurut James, masih diperbolehkan. “Kalau ada orang dalam (yang meng-copy) itu boleh,” tuturnya.
Pergerakan para penyelidik di lapangan akan terus dipantau penyelia dan ahli hukum perusahaan agar tidak menabrak aturan hukum. Penyelia, yang juga seorang penyelidik senior, ikut membantu mengarahkan serta memberi analisa dalam laporan akhir. Bila membutuhkan dukungan tenaga atau informasi, penyelidik juga dibantu sejumlah pihak luar, istilahnya agen.
Berjalan lurus pada koridor hukum saja belum tentu jaminan aman. Tahun 1994, beberapa anak buah James ditangkap aparat keamanan ketika mencari bukti penerbitan dokumen pengiriman barang yang dipalsukan, terkait pembayaran letter of credit (LC). Mereka sempat ditahan, diinterogasi 18 jam, tanpa prosedur resmi. Rupanya, target mengetahui kalau dirinya menjadi sasaran, lalu berupaya menghentikannya dengan mempergunakan polisi. Namun toh upaya itu tidak berhasil, karena akhirnya pengadilan tetap menyatakan target bersalah dalam kasus penipuan LC. Antara lain justru karena hakim menerima laporan tentang adanya pencidukan itu.
Penyelidik di Indonesia umumnya memang masih bergerak pada kasus perdata. Lain di Amerika Serikat, yang warganya biasa minta bantuan penyelidik untuk mencari suatu bukti jika tidak puas dengan hasil kerja polisi untuk kasus-kasus seperti pembunuhan, penculikan, atau kekerasan. Di Filipina, penyelidiknya juga biasa menangani pencarian dan negosiasi dalam kasus-kasus penculikan anak yang memang menonjol di negara itu.
Walau belum ada aturan resminya, aktivitas penyelidikan yang dilakukan perusahaan jasa keamanan sesungguhnya bukan tidak diketahui Polri. Sebagian penyelidik CSI pernah mengikuti kursus dari Polda Metro Jaya. Mereka diajari dasar-dasar penyelidikan, aturan-aturan hukum, serta perkenalan senjata api. Walau menurut James, penyelidik swasta tidak akan pernah memerlukan senjata saat bertugas. “Senjatanya ya otak kita ini.”
 
Support : Copyright © 2020. - - All Rights Reserved